Sejarah Lokalisasi Saritem
Saritem adalah sebuah lokalisasi yang terletak di Kota Bandung, Jawa Barat. Lokalisasi ini terletak di dekat stasiun kereta. Tepatnya di antara jalan Astana Anyar dan Gardu Jati.
Saritem tak asing lagi bagi warga Bandung. Saritem secara tidak langsung sudah menjadi trademark untuk lokasi wanita penjaja seks komersial.
Saritem lazimnya seperti kota-kota lain di Indonesia seperti Surabaya dengan Dolly, Yogyakarta dengan Sarkem, Makassar dengan Jalan Nusantara, Bogor dengan Gang Semen, dan kota-kota besar lainnya yang memiliki objek wisata syahwat.
Saritem dijadikan lokalisasi sejak zaman Belanda. Para PSK kala itu berjejer, dipajang dengan menggunakan kebaya di setiap rumah. Kebanyakan PSK tersebut didatangkan dari desa-desa dengan cara ditipu atau dipaksa, meski ada pula yang menawarkan diri secara terang-terangan.
Saritem awalnya didirikan oleh orang-orang Belanda yang tinggal di tanah Priangan ini. Saritem sudah ada sekitar tahun 1838, yang berarti sudah 182 tahun keberadaan lokalisasi ini.
Nama lokalisasi Saritem berasal dari nama gadis belia asal kota kembang Bandung, yang memang bernama Saritem. Berparas cantik dan berkulit putih, pesona Saritem ternyata memikat seorang pembesar Belanda kala itu.
Hingga kemudian Saritem dijadikan gundiknya. Sejak saat itulah, gadis Saritem menjadi ‘Nyonya Belanda’. Namanya pun berganti menjadi Nyai Saritem.
Beberapa tahun kemudian Saritem disuruh Kompeni Belanda tersebut mencari wanita untuk dijadikan teman kencan serdadu Belanda yang masih lajang. (Waktu itu, daerah Gardujati dijadikan sebagai markas militer serdadu Belanda).
Untuk kegiatan itu Saritem difasilitasi sebuah rumah yang lumayan besar. Lambat laun perempuan-perempuan yang dikumpulkan Saritem bertambah banyak.
Saritem mengumpulkan perempuan dari berbagai daerah dari Bandung dan sekitarnya, seperti Cianjur, Sumedang, Garut, dan Indramayu. Dan sejak itu nama Saritem mulai kesohor.
Yang datang ke rumah yang dikelolanya pun bertambah banyak. Tidak hanya dari kalangan serdadu yang lajang. Serdadu yang lanjut usia pun juga berdatangan ke tempat Saritem. Bahkan beberapa warga pribumi ada juga yang datang.
Hal ini membuat teman-teman Saritem yang juga menjadi gundik tentara Belanda tertarik membuka usaha serupa. Mereka rata-rata perempuan bekas binaan Saritem. Meski Saritem telah meninggal, masyarakat mengenal lokasi itu dengan sebutan Saritem.
Dengan adanya Perda Kota Bandung No. 11/1995, efektif mulai November 2006 semua kompleks lokalisasi akan mulai dihapuskan. Semua kegiatan lokalisasi Saritem akan diakhiri pada 17 April 2007 pukul 24.00, dan Saritem akan ditutup pada 18 April 2007 pukul 09.00 WIB.
Saritem kini memang sudah bukan lokalisasi resmi lagi. Bahkan, di gang ini sudah dibangun pesantren. Namun ternyata pembangunan pesantren ini pun tidak mampu menghalangi kegiatan bisnis esek-esek di tempat tersebut.
Sebenarnya, Pemerintah Kota Bandung telah menutup lokalisasi Saritem ini pada 2015. Saat itu, penggerebekan dalam skala besar dilakukan oleh Polrestabes Bandung. Ratusan PSK pun dikirim ke Dinas Sosial untuk diberikan penyuluhan dan diberi pelatihan.
Bahkan, Pemkot Bandung saat dipimpin oleh Wali Kota Ridwan Kamil telah berencana menyulap Saritem menjadi kawasan industri emas. Namun, hingga saat ini rencana tersebut belum juga nampak.
Jauh sebelum Ridwan Kamil memimpin, kawasan itu pun sempat digembor-gemborkan telah ditutup. Pada 2007, Pemkot Bandung di bawah kepemimpinan Wali Kota Dada Rosada, secara resmi menutup lokalisasi tersebut. Pemerintah pada saat itu, telah membeli sejumlah lahan di Saritem, salah satunya dibuat untuk dijadikan pondok pesantren At Taubah.
Namun, hingga saat ini upaya penertiban Saritem tak kunjung membuahkan hasil. Saritem tetap berdenyut mengikuti permintaan pasar yang tak pernah surut.
#SejarahBandung
#Saritem
Sumber : berbagai media on-line